Kesenjangan Harapan Di Jenjang Pendidikan Penilai Di MAPPI

by redaksi

Sistem pendidikan dan pengujian profesi penilai di bawah Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI), di tengah anggota terjadi kesenjangan harapan (expectation gap). Pelaksanaan pendidikan dan pengujian designasi profesi ini dinilai anggota belum memiliki standar yang baku. Apalagi sistem pendidikan penilai hanya ditentukan oleh MAPPI sendiri selama ini, yang dinilai rawan dengan praktik yang menyimpang. Seperti misalnya, materi yang diajarkan, pengajar, dan penguji sertifikasi belum sinkron. Terkadang apa yang diujikan belum pernah diajarkan atau materi yang diujikan jauh dari yang diajarkan.

Sebagai mana informasi para senior, awal profesi penilai diijinkan masuk ke Indonesia, tidak lain agar profesi ini mampu menyerap dan menjadi alternative penyerapan tenaga kerja terdidik (sarjana) yang tidak terserap ke sektor formal. Sarjana terdidik (anak bangsa) bisa terserap ke profesi ini untuk mengurangi tingkat pengangguran.

Namun dalam perjalanannya, banyak anggota heran, pelaksanaan pendidikan dan pengujian yang dilakukan MAPPI, dinilai ada unsur barrier to (pembatasan), dimana anggota dituntut selalu memenuhi regulasi baik PMK 101, PMK 56 dan PMK 228, dimana setiap KJPP dan cabang penilainya harus memenuhi Register Menteri Keuangan (RMK). Namun dalam rangka memenuhi persyaratan tersebut, tidak sesuai harapan, ada hambatan di tingkat kelulusan. Sistem pendidikan dan pengujian designasi penilai di MAPPI pun mendapat sorotan dari anggota. Itulah yang menjadi persoalan di tengah anggota yang dikejar memenuhi RMK untuk semua penilainya.

Untuk mengetahui sejauh mana keterlibatan pembina profesi ini menjalankan fungsi pengawasan, khususnya di bidang pendidikan dan sertifikasi di MAPPI, Redaksi Wartapenilai.id melakukan wawancara by email. Mengingat kondisi belum memungkinkan dilakukan wawancara secara tatap muka. Berikut petikan wawancara dengan Kepala Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK), Firmansyah N. Nazaroedin dengan jawaban secara tertulis.

Apakah sistem pendidikan dan pengujian designasi penilai di MAPPI telah sesuai kaedah untuk sertifikasi profesi pada umumnya. Dan apakah juga selalu mendapat pengawasan dari Pusat Pembinaan Profesi Keuangan (PPPK).

Kita bisa benchmarking dengan dua profesi lainnya yang juga telah dibina oleh PPPK, yaitu Profesi Akuntansi dan Profesi Aktuaris. Kedua profesi tersebut tidak menyelenggarakan pendidikan designasi sebagaimana MAPPI namun hal ini dapat dipahami mengingat telah tersedia skema pendidikan formal yang mampu membentuk kompetensi yang diharapkan sebelum kemudian dikuatkan dengan proses sertifikasi.

Program designasi MAPPI dapat dilihat sebagai upaya asosiasi untuk mengakomodasi kebutuhan pendidikan profesi penilai yang memang belum tersedia dalam konteks formal di lembaga pendidikan tinggi. Hal ini merupakan hasil benchmarking pada American Society of Appraisers (ASA). Pendidikan ini penting untuk membentuk kompetensi dan keterampilan sebagai bekal yang kecukupannya akan diuji pada proses sertifikasi profesi.

Pengawasan terhadap proses pendidikan profesi di MAPPI menjadi bagian dari proses pembinaan yang dilakukan oleh PPPK.

Apa solusi yang ditawarkan untuk mengatasi expectation gap di tengah anggota terkait sistem pendidikan dan pengujian pendidikan designasi penilai di MAPPI.

Pendidikan merupakan sebuah sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang terintegrasi mulai dari input, proses pendidikan, hingga pengujian untuk menghasilkan output yang diharapkan. Setiap bagian memiliki proporsi masing-masing dan penting untuk saling mendukung. Dari sisi input misalnya. Calon penilai tentu berasal dari latar belakang yang beragam dan secara sederhana setidaknya terbagi menjadi tiga.

Pertama, pegawai KJPP yang telah berpengalaman dalam praktik penilaian. Kedua, orang awam yang tidak memiliki pengalaman sama sekali dalam jasa penilaian. Ketiga, lulusan baru dari perguruan tinggi. Perbedaan latar belakang ini tentu berpengaruh terhadap tingkat kelulusan.

Pengalaman dari peserta yang memiliki latar belakang pekerjaan di KJPP belum tentu menjadi bekal yang mendukung proses pendidikan designasi. Sangat mungkin praktik yang selama ini dilakukan dan diyakini peserta tersebut belum memenuhi kaidah penilaian yang seharusnya. Di sisi lain, peserta pendidikan pada kondisi kedua dan ketiga sangat mungkin dengan mudah memahami materi namun diyakini juga masih kurang memiliki pengalaman.

Berkenaan dengan sistem pendidikan, tentu tidak dapat dimungkiri ada kekurangan dan kelemahan. Namun juga terlihat adanya upaya perbaikan yang perlu diapresiasi dan tetap dikawal. Penyusunan kurikulum pendidikan yang ditindaklanjuti dengan penyusunan silabus dan peningkatan kapasitas pengajar menjadi kepedulian kita bersama untuk dilaksanakan secara konsisten dan berkelanjutan. Upaya perbaikan tersebut tidak terlepas dari arahan PPPK. Tentu PPPK akan tetap mengawal setiap perbaikan tersebut dalam kerangka menghasilkan penilai yang profesional untuk mengakselerasi pembangunan ekonomi nasional.

Due process pendidikan dan pengujian, selalu dipertanyakan anggota apakah sudah sesuai dengan best practice (pengajaran, materi ajar dan penguji) sudah in-line, dan mampu menghasilkan penilai yang berkualitas yang dibutuhkan, mengingat jenjang pendidikan designasi penilai di MAPPI terlalu panjang untuk menjadi penilai publik (register penuh).

Kesempurnaan pelaksanaan pendidikan memang merupakan tujuan dan sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa kekurangan dan kelemahan tentu menjadi bagian perhatian kita bersama. Lebih dari itu, yang terpenting adalah adanya upaya perbaikan yang dilakukan MAPPI sebagaimana telah menjadi arahan dari PPPK. Tingkat kompetensi yang menjadi target capaian pelaksanaan pendidikan ditentukan oleh kebutuhan pemangku kepentingan yang semakin tinggi.

Mengenai anggapan bahwa jenjang pendidikan designasi begitu panjang, kami menilai bahwa pandangan tersebut bersifat relatif, bergantung pada sudut pandang yang berbeda-beda. Sebagai gambaran, pada profesi Aktuaris, setidaknya untuk memperoleh gelar FSAI perlu menyelesaikan 10 modul ujian tanpa pembekalan, yang di MAPPI dikenal sebagai pendidikan designasi. Namun ini juga dapat diterima dan dimaklumi jika dibandingkan dengan kebutuhan kompetensi serta pembekalan melalui pendidikan formal yang telah tersedia meski tidak secara spesifik menggunakan istilah pendidikan aktuaria.

Kembali perlu ditekankan bahwa capaian tingkat kompetensi merupakan target dari proses pendidikan (designasi) di samping juga pertimbangan keberadaan pendidikan formal yang masih sangat terbatas untuk profesi penilai. Tindakan ini tentu dilatarbelakangi peningkatan permasalahan terkait dengan penilaian yang bahkan sampai pada tingkatan hukum, dan tindakan pencegahan melalui skema pendidikan penting sebagai bagian dari mitigasi risiko di samping penanganan kasus dan permasalahan yang terjadi secara langsung.

Bagaimana setiap pelaksanaan pendidikan dan pengujian PPPK bisa selalu memastikan materi ajar, pengajar dan penguji menerapkan standar yang teruji untuk menghasilkan penilai yang berkualitas. Menurut informasi, terkait pendidikan dan pengujian sertifikasi penilai sebatas diberi tahu saja tidak masuk memberikan konsultasi. Padahal PPPK dipercaya dan diakui sebagai penjaga kepercayaan publik.

MAPPI telah diberikan kewenangan oleh Menteri Keuangan untuk menyelenggarakan ujian sertifikasi. Proses pendidikan designasi merupakan bagian dari itu. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa proses perbaikan saat ini sedang berjalan, dan tentunya tetap dengan supervisi dari PPPK. Pemberitahuan pelaksanaan pendidikan oleh MAPPI merupakan salah satu bentuk transparansi, yang dalam beberapa kesempatan digunakan oleh PPPK untuk melakukan evaluasi. Pelaksanaan ujian secara elektronik merupakan contoh lain dari upaya peningkatan akuntabilitas proses pendidikan di MAPPI.

Perbaikan yang berjalan saat ini adalah hasil dari evaluasi yang telah dilaksanakan. Perlu kami tekankan lagi mengenai pentingnya peran kita semua untuk mengawal proses perbaikan ini sehingga menghasilkan penilai yang profesional dan berintegritas sesuai dengan tingkat kompetensi yang diharapkan.

Bagaimana PPPK memastikan setiap pelaksanaan pendidikan dan sertifikasi penilai, selalu mengacu pada sistem dan standar yang bebas kepentingan. Masyarakat (publik) menilai ada upaya barriers to (membatasi) jumlah pelaku profesi penilai. dalam praktik sertifikasi penilai yang memiliki jenjang panjang, dinilai terlalu sulit untuk menghasilkan RMK penuh, akhirnya muncul sertifikasi aspal (asli tapi palsu) yang terjadi di tubuh MAPPI, yang hingga sekarang tidak jelas penyelesaiannya.

Pemantauan merupakan skema kontrol yang telah, sedang, dan akan terus dilakukan dalam kerangka pengawalan terhadap proses pembentukan penilai profesional. Keberadaan permasalahan yang meningkat menggambarkan perlunya peningkatan kompetensi bahkan bagi penilai yang telah berizin. Hal ini tentu menjadi perhatian kita bersama. Persepsi adanya hambatan kelulusan sertifikasi tentu menjadi bagian dari isu yang telah kami tangkap dan proses perbaikan yang sekarang berjalan merupakan bagian dari respons yang tentu harus kita kawal bersama, berkaitan panjangnya jenjang pendidikan telah dijelaskan pada pertanyaan sebelumnya. Pada prinsipnya, kita juga perlu menjaga agar tidak muncul kesan penerbitan sertifikasi profesi dapat dilakukan dengan mudah, yang dalam jangka panjang justru akan merugikan profesi itu sendiri baik dari segi kredibilitas profesi maupun dari sisi penawaran (supply) tenaga profesi.

Berkenaan dengan sertifikasi asli tapi palsu, pada dasarnya hal tersebut merupakan permasalahan internal MAPPI dan tidak hanya dapat secara sederhana dilihat sebagai akibat dari ketidakpuasan terhadap sistem pendidikan saja. Lebih dari itu, hal ini menjadi isu terkait yang berkaitan dengan etika profesi.

Sertifikasi aspal itu jelas menunjukan bahwa pengujian sertifikasi penilai yang panjang dan sulit lulus, membuat peserta mencari jalan pintas untuk mendapatkan sertifikasi dari MAPPI. bagaimana tanggapan PPPK terhadap sistem pendidikan dan pengujian di MAPPI seperti itu, apakah akan ada perbaikan.

Memang bila dilihat itu masalah internal MAPPI, namun PPPK sebagai penjaga kepentingan publik apa solusi perbaikan pada sistem dan standar pendidikan yang harus dilakukan di MAPPI untuk mengakiri praktik curang seperti sertifikasi aspal tersebut.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa isu sertifikasi aspal tidak sekadar terkait dengan ketidakpuasan terhadap sistem pendidikan yang sedang berjalan, namun juga merupakan isu etika profesi. Latar belakang, motif, dan atau tujuan dari oknum-oknum yang terlibat dalam praktik ini tentu tidak dapat digeneralisasi. Perlu kajian untuk kemudian menyimpulkan korelasinya dengan sistem pendidikan yang ada saat ini di MAPPI. Perbaikan sistem tengah berjalan dan telah juga dijelaskan sebelumnya bahwa perbaikan tersebut merupakan bagian dari arahan PPPK selaku regulator profesi untuk menjaga kepercayaan publik. Mengingat perubahan tengah berjalan dan kita masih menunggu hasilnya, tentu kita belum dapat mengambil kesimpulan apa pun. Evaluasi

baru dapat dilakukan setidaknya setelah berjalannya proses yang dievaluasi.

Anggota mengharapkan sistem pendidikan dan pengujian memasuki profesi penilai benar benar bisa mencerminkan kualitas pelaku profesi, bukan memperpanjang jenjang memasuki profesi penilai. Profesi penilai milik anak bangsa bukan pengurus MAPPI ataupun PPPK, pengurus dan PPPK hanya dipercaya menjalankan tugas untuk mengembangkan profesi menjadi lebih baik untuk anak bangsa. Apa solusi yang tepat untuk meningkatkan kualitas penilai, yang masih berada di jenjang pendidikan.

Solusi yang tepat untuk meningkatkan kualitas penilai adalah tentu terkait dengan input dan proses yang juga berkualitas. Terkait dengan input, PPPK mendorong MAPPI untuk dapat menarik minat tunas-tunas bangsa yang berkualitas bergabung dengan profesi penilai. Sosialisasi penting untuk dilaksanakan pada lembaga pendidikan tinggi sebanyak mungkin. Sementara itu untuk proses pelaksanaan pendidikan, saat ini sedang dalam perbaikan. Khusus untuk penilai yang masih berada pada jenjang pendidikan, kami harapkan dapat lebih fokus menjalani proses pendidikan dan menghindari hambatan yang ada. Ini penting disampaikan mengingat pelaksanaan pendidikan di masa pandemi tentu berbeda dan memerlukan perhatian lebih dibandingkan kondisi normal.

Memang saat ini sistem pendidikan MAPPI membutuhkan campur tangan PPPK untuk mengurangi kesenjangan harapan (expectation gap) yang terjadi di tengah publik, baik anggota yang sedang menempuh pendidikan, calon peserta yang akan memasuki profesi ini. Di satu sisi anggota di tuntut memenuh regulasi, namun di sisi lain ada hambatan yang tidak pernah terurai (kesulitan lulus sertifikasi di MAPPI).

PPPK tidak memberi komentar atas pernyataan ini. (***)

5 1 vote
Article Rating
0
FacebookTwitterPinterestLinkedinWhatsappTelegramLINEEmail

Baca Juga

Subscribe
Notify of
guest
0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
  1. https://palembang-pos.com/
  2. https://dongengkopi.id/
  3. https://jabarqr.id/
  4. https://wartapenilai.id/
  5. https://isrymedia.id/
  6. https://onemoreindonesia.id/
  7. https://yoyic.id/
  8. https://beritaatpm.id/
  9. https://www.centre-luxembourg.com/
  10. https://jaknaker.id/