Nilai tercatat dan nilai wajar, dua ukuran akuntansi berbeda yang digunakan untuk menentukan nilai aset perusahaan. Nilai tercatat suatu aset didasarkan pada angka-angka dari neraca perusahaan. Sedanngkan nilai wajar aset, jumlah yang dibayarkan dalam transaksi antar partisipan jika dijual di pasar terbuka.
Wartapenilai.id—Nilai tercatat dan nilai wajar, dua ukuran akuntansi berbeda yang digunakan untuk menentukan nilai aset perusahaan. Nilai tercatat, atau nilai buku, adalah nilai aset berdasarkan neraca perusahaan, yang mengambil biaya aset dan mengurangi penyusutannya dari waktu ke waktu.
Nilai wajar suatu aset biasanya ditentukan oleh pasar dan disepakati oleh pembeli dan penjual yang bersedia, dan sering kali mengalami fluktuasi. Dengan kata lain, nilai tercatat secara umum mencerminkan ekuitas, sedangkan nilai wajar mencerminkan harga pasar saat ini.
Sebab nilai wajar suatu aset bisa lebih tidak stabil daripada nilai tercatat atau nilai bukunya, kemungkinan besar akan terjadi ketidaksesuaian antara kedua ukuran tersebut. Nilai pasar dapat lebih tinggi atau lebih rendah dari nilai tercatat setiap saat. Perbedaan ini biasanya tidak diperiksa sampai aset dinilai atau dijual untuk membantu menentukan apakah nilainya terlalu tinggi atau terlalu rendah.
Nilai tercatat suatu aset didasarkan pada angka-angka dari neraca perusahaan. Ketika perusahaan saat awal memperoleh aset, nilai tercatatnya sama dengan biaya aslinya. Namun, ini berubah seiring waktu. Untuk menghitung nilai tercatat atau nilai buku aset pada suatu waktu, dikurangi akumulasi biaya penyusutan, amortisasi, atau penurunan nilai dari biaya aslinya.
Sebagai ilustrasi PT kencana unggul membeli mesin cetak 3D untuk mendesain prototipe produknya. Biaya mesin cetak 3D seharga Rp 700 juta, dengan biaya penyusutan Rp 42 juta per tahun selama masa manfaatnya selama 15 tahun di bawah dasar garis lurus penghitungan penyusutan dan amortisasi.
Basis garis lurus, cara sederhana menghitung hilangnya nilai aset dari waktu ke waktu. Perhitungan ini sangat berguna untuk aset fisik seperti peralatan, yang mungkin dijual perusahaan seluruhnya atau sebagian pada akhir masa manfaatnya. Oleh karena itu, nilai buku mesin cetak 3D setelah 15 tahun sebesar Rp 70 juta, atau Rp 700 juta – (Rp 42 juta x 15)
Berbeda dengan nilai tercatat, nilai wajar aset dan liabilitas dihitung dengan basis akuntansi mark-to-market. Dengan kata lain, nilai wajar aset sama dengan jumlah yang dibayarkan dalam transaksi antar partisipan jika dijual di pasar terbuka. Pembeli dan penjual yang bersedia menyetujui nilai ini. Karena sifat pasar terbuka yang berubah, bagaimanapun, nilai wajar suatu aset dapat berfluktuasi secara signifikan dari waktu ke waktu.
Sebagai ilustrasi nilai wajar, katakanlah sebuah perusahaan investasi memiliki posisi buy dalam saham dalam portofolionya. Dengan memiliki posisi buy, perusahaan mengantisipasi kondisi pasar yang menguntungkan, yang juga dikenal sebagai “bull market”. Perusahaan menahan saham-saham ini dengan harapan harganya akan naik seiring waktu.
Biaya awal perusahaan investasi atas aset ini sebesar Rp 84 miliar. Namun, setelah dua tingkat produk domestik bruto (PDB) negatif, pasar mengalami penurunan yang signifikan. Nilai portofolio perusahaan turun 40% menjadi Rp 50,4 miliar. Oleh karena itu, nilai wajar aset tersebut adalah Rp 50,4 miliar, atau Rp 84 miliar – (Rp 84 miliar x 0,40).
Menentukan nilai wajar suatu aset, bisa menjadi sulit jika pasar terbuka dan kompetitif untuk aset tersebut tidak tersedia. Seperti peralatan yang tidak umum di pabrik manufaktur. (***)