Banyak KJPP mengalami penurunan omset penilaian dan mengandalkan tabungan 2019 untuk mendanai operasional bisnisnya. Sampai kapan mereka bisa bertahan di jasa penilaian, di tengah sepinya order penilaian.
Wartapenilai.id—Penyebaran corona virus (Covid-19), membuat pemerintah mengambil langkah Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), itu membuat aktivitas ekonomi dan kehidupan sehari-hari menjadi terganggu. Kondisi itu jelas berdampak dan sangat mengganggu sektor keuangan, pelaku usaha, dan kalangan bisnis. Pihak berwenang telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi dampak terburuk.
Dalam pandangan, berapa lama periode gangguan Covid-19 berlangsung, semua tidak ada yang tahu pasti. Dengan terganggunya sektor keuangan terutama pengucuran kredit, pasar penilaian di Indonesia juga sangat terganggu.
Menurut pengakuan salah satu Penilai Publik, semua penilai terkena imbas dari pandemic Covid-19. Dimana omset mereka turun hingga 50 % lebih. Apalagi yang di daerah, yang sangat mengandalkan pekerjaan penilaian kredit ritel perbankan, jelas terkena imbas. Pasar penilaian di Provinsi Jawa Barat, sebagai ilustrasi mengalami penurunan hingga 40 % hingga 80 %.
Melihat situasi dan kondisi seperti itu, Ketua DPD MAPPI Jawa Barat, Achmad Huda pun terus memberikan semangat pada anggota nya. Achmad Huda menggelar rapat virtual untuk membicarakan kondisi yang terjadi dan bagaimana inovasi bisa bertahan yang dilakukan Penilai lain di Jawa Barat. “Kami memberikan semangat, inovasi yang dilakukan KJPP lain dan berhasil, bisa di duplikasi penilai lain untuk bertahan di tengah pandemic Covid-19 ini,” terangnya.
Ini kondisi yang sebeumnya tidak pernah terjadi, dan bisa bertahan 3 bulan ke depan sudah bagus. “Semua KJPP mengalami penurunan omset 40% hingga 80 %, saat ini mereka hanya mengandalkan 10 persen omset untuk bisa bertahan. Dalam tiga bulan ke depan, bisa survive, sudah cakep,” terangnya.
Begitu juga yang terjadi di Sumatera Utara dan sekitarnya, bisnis penilaian terkena imbasnya. Omset penilaian mengalami penurunan 50 % lebih dari 30 KJPP yang ada di sana.
Apa yang terjadi di daerah lain, juga terjadi di Yogyakarta. Pasar penilaian di Yogyakarta perlahan mulai bangkit setelah tiga bulan menghadapi mati suri. Seperti Bank Syariah dan BPR mulai order meskipun tergolong masih kecil.
Ketua DPD MAPPI D.I. Yogyakarta, Uswatun Khasanah, menjelaskan saat ini bank-bank besar masih sangat sedikit mengucurkan order penilaian ke penilai publik. Uswatun mengakui sebelum ada Covid-19 pasar penilaian sudah semakin berkurang. “Jadi Pasar penilaian titail di Yogyakarta sangat terdampak Covid-19. Dari 16 KJPP yang ada kondisinya sangat bervariasi.” terangnya.
Melihat kondisi yang terjadi, Uswatun menjelaskan solusi yang dilakukan oleh beberapa KJPP. Pertama, menggunakan tabungan pendapatan tahun 2019, untuk membiayai operasional KJPP. Baik untuk membayar gaji karyawan, listrik, internet, sewa Gedung dan lainnya. “Namun hal ini juga rata-rata bertahan paling lama September 2020,” terangnya.
Kedua, beberapa Kepala Cabang tidak mengambil gaji untuk beberapa bulan, lebih mengutamakan penggajian untuk staf dan operasional kantor. Dan Ketiga, ada yg masih menggunakan shift dan WFH untuk menekan biaya operasional KJPP di Yogyakarta.
Meski di Yogyakarta, terlihat kondisi penyebaran Covid-19 sudah menunjukan penurunan beberapa minggu terakhir, denga tingkat kesembuhan mencapai 73%. Sehingga sejak selasa 2 Juni perlahan-lahan ekonomi di Yogyakarta mulai di buka lagi. “Kami berharap kondisi kesehatan dan ekonomi semakin membaik sehingga kondisi KJPP di Jogja juga semakin pulih,” terangnya.
Itulah kondisi yang terjadi, bisnis penilaian di daerah. Untuk menggerakan order penilaian turun tajam, anggota berharap pada pengurus bisa membuat inovasi agar kue penilaian rame kembali. (***/HS)