Sulit menahan rasa haru, menyaksikan testimoni Basuki Purwandono, penilai pengadaan tanah di Sampit, Kotawaringin Timur, Kalteng. Peserta yang hadir via Zoom, di Warung Kopi Sepakat pun terbawa perasaannya, tanpa disadari berlinang air mata. Semua itu, bisa dipetik manfaatnya agar penilai selalu hati-hati menjalani praktik penilaian.
Wartapenilai.id—Testimoni penilai pengadaan tanah di Sampit, Kotawaringin Timur, Kalimantan Tengah, itu dihadirkan Tim Sukses Balon DPN MAPPI, Paket Sepakat, di Warung Kopi Sepakat yang digelar di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, 25 Juli 2020. WKS kali ini mengangkat tema Ngobrol Bareng Soal Hukum Penilaian yang dilakukan via Zoom diikuti 295 peserta, dari Aceh hingga Papua.
Sejatinya ini pengalaman pertama buat penilai anggota MAPPI, mendengarkan testimoni langsung dari penilai dan reviewer dari KJPP TNR, yang terlibat penilaian pengadaan tanah di Sampit yang tersandung hukum dan bisa bebas murni. Penilai yang terlibat di WKS via Zoom pun bisa mendengarkan cerita langsung dari Basuki Purwandono, untuk berbagi pengalaman agar tidak mengulang pengalaman serupa.
Ngobrol Bareng Kasus Hukum itu dimulai Pukul 14.00 hingga 17.00 itu di hadiri Sekrataris Dewan Penilai, Abdullah Fitriantoro dan Budi Prasodjo (Paket Sepakat). Acara di Warung Kopi Sepakat itu dipandu Safrinal Firdaus dan Firmansyah. Testimoni menghadirkan Basuki Purwandono (penilai yang melakukan survey lapangan) dan Shaeful Radian (reviewer), dan mereka berdua melakukan penilaian pengadaan tanah di Sampit.
Dalam testimoni, Basuki Purwandono menceritakan kronologis hasil penilaian diketahui tersandung hukum itu pada Desember 2018, datang panggilan pertama berwarna putih. Begitu, panggilan kedua berwarna merah dan ketiga sudah dijadikan tersangka.
Ceritanya bermula dari proyek penilaian pengadaan tanah, di Sampit pada April 2018, dilakukan penunjukan langsung. Penilai yang ditugasi melakukan survey, Radian dan Basuki Purwandono. Inspeksi objek penilaian dan survey data pembanding dilakukan. Singkat cerita hasil penilaian pun selesai dan diserahkan ke klien. Dari awal proses penilaian hingga menjadi laporan tidak ada masalah. Satu tahun kemudian baru muncul kasus, datang pemanggilan terhadap penilai.
Atas pemanggilan itu Basuki mendapat support dari tempatnya bekerja untuk menghadapi kasus hukum yang menimpanya. Saat ditetapkan sebagai tersangka tentunya menjadi pukulan berat, bukan terhadap dirinya tetapi kredibilitas tempatnya bekerja dan nama baik keluarga. Beban berat itu dipikul Basuki, sebelum berangkat di BAP atas pemanggilan yang ketiga, dia menyempatkan nyekar di makam ibu-nya, agar diberikan kelancaran. Dititik inilah Basuki sempat menitikan air mata yang membuat peserta obrolan santai hukum terbawa haru.
“Saya tidak lagi mikir diri sendiri, tetapi kantor saya bekerja yang menafkahi banyak orang dan nama baik keluarga,” terang Basuki.
Saat menghadapi kasus hukum, Basuki menjelaskan saat di BAP pertanyaan tidak berubah, seperti sebelumnya. Akhirnya, Kejaksaan menetapkan sebagai tersangka yang membuat hatinya tercabik-cabik. Basuki diborgol, pakai rompi oranye, diangkut mobil tahanan.
Dia seakan berontak dan tidak terima. Dia menganggap tidak melakukan kejahatan namun diperlakukan seperti itu. Dalam perjalanan itu, dia hanya minta perlindungan pada Yang Maha Kuasa. “Semua teman, keluarga dan kantor saya memberikan dukungan dan menguatkan mental menghadapi proses hukum yang sedang berjalan,” terangnya. “Saya sempat emosi, bukan memikirkan diri sendiri, tetapi TNR tempat menghidupi banyak kepala. Masa iya saya melakukan kesalahan,”
Sebagai reviewer, Radian yang selalu mendampingi Basuki menghadapi kasus hukum itu menambahkan klien minta fee yang sudah diterima dikembalikan. Itu atas perintah irjen, ada prosedur yang kurang tepat penilaian dianggap tidak layak. Klien minta fee penilaian dikembalikan, Akhirnya kondisi itu disepakati hasil penilaian ditarik, dan kontrak penilaian di batalkan. Tanggungan Ganti Rugi (TGR) dari masyarakat dikembalikan. “Saya kira proses hukum selesai, ternyata jalan terus,” terang Radian.
Penyelamat Penilai
Terkait kasus itu, Dewan Penilai MAPPI turun melakukan upaya pembelaan. Pembelaan DP ini yang membuat bebas basuki yang sempat di tahan 8 bulan. Dimana kontrak batal, fee penilaian dikembalikan, dan TGR dikembalikan berarti tidak ada kerugian negara. “Itu yang membuat ringan Basuki,” terang Setiawan yang mengikuti obrolan di Warung Kopi Sepakat via Zoom.
Setiawan memang tidak hadir, saat obrolan Warung Kopi Sepakat digelar, namun mengikuti via Zoom. Saat itu Setiawan sedang menjalankan tugas melakukan pembelaan terhadap profesi penilai di Sumatera bagian Selatan.
Meski demikian, Abdullah Fitriantoro mengingatkan dalam testimoni itu KJPP yang sering mendapat order penilaian penunjukan pengadaan lahan, selalu menerapkan kehati-hatian. Dimana wilayah itu grey area, jangan anggap remeh, misalnya belum ada data nominatif, langsung memulai pekerjaan penilaian. Itu sangat berbahaya, bila ada kesalahan dianggap bisa dimaafkan karena kedekatan. “Itu jelas membuat posisi penilai lemah,” terangnya.
Lebih lanjut, Toyo menjelaskan testimoni ini menjadi pembelajaran bersama, menjalani profesi penilai harus selalu hati-hati. Aduan praktik penilaian, 60 % berasal dari pengadaan tanah. “Pemanggilan yang dilakukan APH (kejaksaan, kepolisian, pengadilan) banyak dialami penilai. Untuk itu pelaku profesi harus tunduk dan taat pada KEPI, SPI, dan aturan yang berlaku dalam menjelani praktik penilaian,” terang Abdullah Fitriantoro.
Belajar dari pengalaman di Dewan Penilai, Toyo mengingatkan pentingnya profesi yang berkontribusi mendorong pertumbuhan ekonomi, seharusnya sudah diatur UU. Ini yang harus diupayakan bersama baik profesi maupun masyarakat. Meski demikian, pekerjaan rumah (PR) profesi tidak lain meng-goalkan UU penilai, melakukan sosialisasi ke APH terkait pekerjaan penilaian, memberikan pemahaman hukum perdata dan pidana pada anggota. Itu akan dilakukan Paket Sepakat untuk memberikan perlindungan dan kenyamanan menjalani profesi penilai. “Minimal dalam UU penilai ada pasal yang mengatur …sebelum dilakukan kaji ulang Dewan Penilai, hasil penilaian tidak bisa sembarangan dibawah ke ranah hukum,” terang Toyo.
Balon DPN MAPPI, Paket Sepakat (Setiawan, Prasodjo, Kak Toyo), dengan slogan Seksama, Faedah dan Profesional. Melalui Warung Kopi Sepakat, terjadi ruang diskusi untuk memberikan pencerahan langsung dari testimoni pelaku penilai di lapangan.
Budi Prasodjo menambahkan bila dipercaya memimpin MAPPI, Paket Sepakat bakal merealisasi tiga pilar konstruksi program kerja yang telah disusun. Pertama, perlindungan, keamanan dan kepastian hukum. Perlindungan agar anggota nyaman menjalani profesi menjadi prioritas Paket Sepakat. Kepastian hukum bisa diwujudkan, menjalani bisnis penilaian bisa lebih nyaman. “Warung Kopi Sepakat mewadahi diskusi yang menarik dan terus mendorong penilai meningkatkan kompetensinya,” terangnya.
Itu dilakukan melalui pilar kedua, membangun profesionalisme penilai maju berintegritas dan kompeten. Menjalani profesi penilai identik dengan peningkatan kompetensi. Program kerjanya mereformasi pendidikan, membuat roap-map profesi, mengoptimalkan pendidikan guna mendukung penilai mampu menjual jasa diluar penilaian, dan biaya pendidikan dan sertfikasi yang terjangkau.
Itu sudah dimulai, Budi menjelaskan dengan bimbingan belajar secara gratis. Pembelajaran dan bimbingan tidak dilakukan atau harus dengan tatap muka, namun menggunakan teknologi untuk pendidikan berbiaya murah, terjangkau bagi semua anggota. “Secara keuangan kemampuan penilai berbeda, pendidikan dikombinasikan dengan teknologi bisa menurunkan biaya pendidikan,” terangnya.
Pilar ketiga, menciptakan lingkungan profesi yang bermanfaat, sejahtera dan kesinambungan. Itu dilakukan dengan memperbaiki organisasi Sekretariat MAPPI (kebijakan, manajerial, dan pengawasan), meningkatkan kesejahteraan penilai, membangun database dan pengembangan riset, pembangunan infrastruktur IT (keorganisasian dan pendidikan), meningkatkan peran penilai (nasional dan internasional), meningkatkan hubungan kerjasama dengan instansi pemerintah, organisasi non pemerintah. Sepakat maju bersama. (***/HS)